Senin, 01 November 2010

BABAD SELAPARANG

Babad
Selaparang

Rahayuih Kawo Lade
Hinggih Pemban
Selaparang
Purwe Sila Adat Gama
Hinggih Pemban
Selaparang..........

Pulau Lombok bermula bernama watu parang, kemudian berubah menjadi Selaparang (bahasa kawi, sela berarti batu, parang berarti karang ) dalam memori kedadatangan Gajah Mada di Lombok waktu itu disebut dengan Sela Pawis (sela artinya batu, pawis artinya ditaklukkan).

Sampai akhir abad ke 19 nama pulau Lombok Iebih dikenal dengan nama Selaparang, yakni nama kerajaan di Lombok Timur yang berkembang pada abad pertengahan abad ke 14. Kerajaan Selaparang tumbuh dalam dua periode. Selaparang Pra Islam dan abad ke 13 sampal tahun 1357, dan Kerajaan Selaparang Islam dan abad ke 16 s/d tahun 1740. Mengenai nama Lombok, dalam “babad Lombok” disebutkan bahwa Raja yang memerintah seluruh Pulau ini bernama Lombok dan berkedudukan di Sebuah teluk yang indah, yang tempat kedudukan itu beserta seluruh kekuasaannya kemudian dinamakan “Lombok”.

Kerajaan Lombok merupakan kerajaan yang terkemuka yang tersohor karena keindahannya dan merupakan pelabuhan yang ramai didatangi oleh pedagang dan Palembang, Banten, Gersik, dan Sulawesi. Pada masa itu Selat Alas ramai dilayari oleh kapal-kapal dan perahu yang singgah di pelabuhan bongkar muat dan mengisi air minum, Di teluk itu sampai sekarang terdapat sumber mata air beberapa buah banyaknya. Dalam sejarah VOC pertama kali diberitakan oleh Steven van der Hagen pada tahun 1603, bahwa di Lombok banyak beras murah dan hampir setiap hari diangkut ke Bali dengan Sampan, maka tidak mustahil bahwa yang mempopolerkan nama Lombok ini orang luar, bagi penduduk asli sendiri lebih populer untuk nama daerah mereka “Gumi Sasak” atau “Gumi Selaparang”.

Setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit, maka kerajaan-kerajaan kecil di Lombok seperti, Langko, Pejanggik, Parwa, Sokong dan Bayan dan beberapa desa seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, Kentawang menjadi merdeka. Menjelang kedatangan agama Islam terjadi pemberontakan yang dipimpin Prabu Brang Bantun yang menuntut balas atas kematian adiknya Patih Sandubaya. Pemban Selaparang diganti oleh Prabu Rangkasari, yang kemudian memadamkan pemberontakan itu. Beberapa tahun kemudian datanglah Pangeran Prapen putra Sunan Ratu Gin yang meng-Islamkan kerajaan Selaparang.

Dari selaparang Islam dikembangkan ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan dan desa kecil lainnya. Dalam beberapa tahun kemudian seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali Pajarakan dan Pengantap. Di Kerajaan Sokong rakyat yang tidak mau memeluk Islam lari ke gunung-gunung. Dan Lombok Sunan Prapen meneruskan misinya ke Pulau Sumbawa dan berhasil gemilang tanpa perlawanan.

Sepeninggal Sunan Prapen, Prabu Rangka Sari memindahkan pusat kerajaan ke bekas pusat Kerajaan Selaparang Hindu atas usul Patih Singa Yuda dan Banda Yuda dengan pertimbangan pertahanan agar tidak mudah diserang musuh. Pada saat inilah Selaparang mencapal puncak keemasan menghagemoni di seluruh Pulau Lombok, berkembang sebagai pusat penyebaran agama Islam. Saat itulah hubungan dengan kerajaan Demak menjadi sangat erat yang didasarkan dengan kesamaan misi religius.
Sementara itu Selaparang mendapat gangguan dan kerajaan Gelgel yang merasa terusik dengan kemajuan Islam di Lombok. Pada tahun 1520 Gelgel mencoba menaklukkan Selaparang tetapi gagal. Tahun 1530 GeIgel menempuh starategi baru dengan memasukkan faham baru berupa singkritisme Hindu-Islam, dengan mengirim Dangkiang Nirarta.

Kedatangari VOC Belanda ke Indonesia yang menguasai jalur perdagangan di utara telah menimbulkan kegusaran Raja Goa, sehingga menutup jalur perdagangan selatan dengan cara menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Dan untuk membendung misi Kristenisasi menuju ke barat, maka Goa juga menduduki Flores Barat, di situ dibangun kerajaan Manggarai.

Pada tahun 1618 kerajaan—kerajaan kecil di Sumbawa Barat ditaklukkan dan dipersatukan oleh kerajaan Goa. Kerajaan Gelgel merasa dirugikan oleb meluasnya pengaruh kerajaan Goa. Agar Gelgel tidak meminta bantuan Belanda maka Goa mendekati Gelgel dengan menandatangani perjanjian pembagian penyebaran pengarub yang dilaksanakan oleh Saganing dengan Alaudin pada tahun 1624. Pada tahun 1633 Bima ditaklukkan Goa, berikut Tambora, Sanggar dan Dompu. Tindakan Goa sesungguhnya mencemarkan perjanjian yang telah dibuat, narnun karena kerajaan Gelgel sedang terjepit oleh Mataram dan barat maka sementara tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi Gelgel tersebut dimanfaatkan oleh Soa untuk menaklukkan Selaparang pada tahun 1640. Dengan takluknnya Selaparang, kerajaan-kerajaan kecil di Lombok mengakui kekuasaan Goa. Dalam mengembangkan pengaruhnya, dilakukan dengan cara damai melalul perkawinan. Pada saat itu gelar raja-raja disebut dengan Pemban, seperti: Pemban Selaparang, Pemban Pejanggik, Pemban Parwa, sedang untuk kerajaan desa kecil pemimpinnya disebut dengan Datu: Datu Bayan, Datu Sokong, Datu Kuripan, Datu Pujut dll.

Menurut berita dan Makassar pada tanggal 30 Nopember 1648, Putra raja Selaparang menjadi Raja di Sumbawa. Menurut tesis A.A Cense: “De Kroniek van Banjarmasin” mencatat bahwa Sumbawa dan Lombok merupakan satu kerajaan yang berpusat di Lombok. Akhir abad ke 17 merupakan puncak kejayaan dan dua Kerjaan Besar yakni Selaparang di Lombok Timur dan Pejanggik di Lombok Tengah. Kerajaan Pejanggik yang dipimpin oleh Pemban Mas Mraja Kusuma mengembangkan pengaruhnya terlebih setelah diangkatnya Banjar Getas (Arya Sudarsana) menjadi senapati. Kerajaaan kecil seperti Tempit, Kuripan dan Kentawang dan lain- lain ditaklukkan, dijadikan kademangan (wilayah taklukan), hal mi membuat mereka sakit hati dengan kebijakan yang diambil oleh Pejanggik.

Pada saat yang hampir bersamaan, hubungan Goa dengan VOC makin meruncing, pertempuran sering terjadi baik di laut maupun di darat. Pusat kerajaan dipindahkan ke Sumbawa dimaksudkan untuk memusatkan kekuatan melawan VOC. Daerah Selaparang dipandang kurang aman dan tidak strategis lagi karena ancaman Gelgel dan barat, terlebih lagi Kondisi Goa yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin terjadi perpecahan, ia dihianati oleh beberapa bangsawan Goa. Mengingat keadaan rakyat dalam penderitaan yang tidak berkesudahan, maka terpaksa pada tanggal 18 Nopember 1667 ia menandatangani perjanjian Bungaya. Setelah itu VOC berusaha menguasai pengaruh Goa dan Pulau Lombok dan Sumbawa. Setelah VOC mengalahkan kerajaan Goa dan mengusirnya maka kerajaan Lombok dan Sumbawa dianggap menjadi satu kerajaan. Hal ini diketahui dari berita-berita kira kira tahun 1673 dan 1680, bahwasanya raja Sumbawa bertanggung jawab atas wilayah Lombok Timur.

Pada tanggal 16 Maret tahun 1675 timbul pemberontakan di Selaparang. Untuk memadamkan pemberontakan itu VOC mengirim pasukan dibawah pimpinan Kapten Holsteijn. Pemberontakan dapat dipadamkan. Selaparang diwajibkan untuk membayar kepada kompeni sebanyak 15.000 pikul kayu Sepang dalam jangka waktu 3 tahun dengan jaminan Raja Sumbawa meskipun kekuasannya atas Selaparang telah dicabut. Kewajiban tersebut ditanda tangani oleh Raja Sumbawa dan dari pihak VOC diwakili oleh Jan France Holsteijn, Gerrit Caster dan Coen Mat van Breijtenbach.

Setelah Gelgel lepas dan ancaman Mataram kini ia mulai mencurahkan perhatian ke Selaparang dengan mengirim dua ekspedisi pada tahun 1677 dan 1678. Kedua ekspedisi tersebut dapat digagalkan Selaparang berkat bantuan orang-orang Makasar dari Sumbawa. Setelah kehancuran Goa oleh VOC tahun 1668, pusat penjuangan Goa melawan VOC dialihkan ke Pulau Sumbawa dibawah pimpinan, Daeng Teolo, Karaeng Jerinika dan Karaeng Pamelikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar